Pendidikan Nilai



PENGEMBANGAN PENDIDIKAN

BERBASIS NILAI ETIKA DAN BUDAYA
disusun oleh : Ryan Ahdilan



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi
1.      Pengembangan Pendidikan Nilai
Menurut UU RI No. 18 Thn. 2002 pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi baru. Menurut Seels & Richey (Alim Sumarno, 2012) pengembangan berarti proses menterjemahkan atau menjabarkan spesifikasi rancangan kedalam bentuk fitur fisik.
Menurut UU RI No. 20 Thn 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar pesertadidik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut KH. Dewantara Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan perkembangan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek) dan jasmani anak.
Menurut Athony Giddens Nilai adalah gagasan-gagasan yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok tentang apa yang dikehendaki, apa yang layak, dan apa yang baik atau buruk. Menurut Horton & Hant Nilai adalah gagasan-gagasan tentang apakah suatu tindakan itu penting atau tidak penting.
Jadi pengembangan pendidikan nilai adalah proses meningkatkan fungsi, manfaat dan tujuan pendidikan yang berupaya membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual, berkepribadian, cerdas, berakhlak mulai.
2.      Etika dan Budaya
Menurut K.Bertens etika adalah nilai-nila dan norma-norma moral, yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Menurut H.A. Mustafa etika adalah ilmu yang menyelidiki, mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Sedangkan menurut Ramali dan Pamuncak etika adalah pengetahuan tentang perilaku yang benar dalam satu profesi.
Jadi etika adalah nilai moral yang menjadi pegangan bagi sekelompok manusia untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia. Tapi tidak berlaku bagi seluruh manusia yang ada di dunia, melainkan hanya sebagian kelompok yang sepaham dan memiliki pandangan yang sama terhadap sebuah penilaian.
Budaya berasal dari bahasa sansekerta yakni buddhayah yang memiliki arti segala sesuatu yang berhubungan dengan akal dan budi manusia. Secara umum, budaya berarti cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok orang yang diwariskan kepada generasi berikutnya. Perbedaan antara suku, agama, politik, bahasa, pakaian, karya seni, dan bangunan akan membentuk suatu budaya. Menurut K.H. Dewantara, budaya merupakan hasil perjuangan suatu masyarakat terhadap zaman dan alam yang membuktikan kejayaan hidup masyarakat dalam menghadapi rintangan dan kesulitan untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatan di hidupnya. Sedangkan menurut Effat al-Syarqawi yang mengartikan budaya berdasarkan sudut pandang Islam, mengemukakan bahwa budaya merupakan khazanah sejarah suatu masyarakat yang tercermin dalam kesaksian dan nilai-nilai yang menggariskan bahwa kehidupan harus memiliki tujuan dan makna rohaniah.

B.     Pendidikan Nilai Etika
Dalam maknanya, etika bisa diartikan kumpulan asas atau nilai moral. Jika dalam ilmu pengetahuan, etika dipelajari dalam ilmu filsafat moral. Maka dari itu, erat kaitannya antara etika dan moral.
Etika yang tertanam saat ini dalam dunia pendidikan terlihat memprihatinkan, hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya tindakan yang tidak sewajarnya yang dilakukan oleh unsur dunia pendidikan. Dalam pendidikan etika guru sebagai unsur pertama yang menjadi sorotannya, karena dalam istilah guru adalah sesosok manusia yang ditiru dan dijunjung oleh muridnya. Maka timbullah aksi saling menyalahkan antara guru dan murid, antara siapa yang salah dalam praktek dilapangan mengenai kerusakan etika.
Proses perkembangan etika atau moral dikemukakan oleh Lawrence Kohleberg dengan membaginya menjadi tiga tahapan, dan setiap tahap terdapat dua perigkat, yaitu sebagai berikut:
1.      Prekonvensional
Tahap pertama adalah tahap prekonvensional, dalam tahap ini terdapat dua peringkat yang dilalui yaitu orientasi ketaatan dan sanksi.
Peringkat pertama orangtua mengajarkan mana perbuatan baik dan tidak baik Jika anak berbuat baik, orangtua memberikan ganjaran, penghargaan atau hadiah, tetapi jika anak melakukan perbuatan tidak baik, orangtua memberikan sanksi hukuman.Anak akan belajar untuk melakukan perbuatan yang baik dan tidak lagi melakukan perbuatan yang tidak baik.
Peringkat kedua,berorientasi pada azas dan alat atau instrumentasi. Si anak belajar bahwa jika ia melakukan perbuatan baik,berarti ia melakukan sesuatu yang dapat diterima oleh lingkungannya dan tidak mendapatkan hukuman.Pada peringkat ini anak belajar memahami azas nilai baik dan azas itu merupakan instrumen untuk melakukan perbuatan yang dapat diterima oleh linngkungannya.
2.      Konvensional
Nilai-nilai yang menjadi alasan untuk berbuat baik diterima sebagai nilianya untuk memenuhi kehendak orangtua serta lingkungannya. Dengan cara itu ia dapat diterima di dalam kehidupan bermasyarakat.Anak menyadari bahwa ia berada dalam suatu linghkungan sosialbuadaya masyarakat yang memiliki tata nilai, aturan serta adat yang mengatur perilaku warga masyarakat, sekalipun di dalam kehidupan keluarganya ada nilai-nilai dan tata aturan tertentu yang harus ditaati. Dalam tahap ini terdapat dua peringkat, diantaraya:
Peringkat pertama, berorientasi pada interpersonal, anak harus dapat menempatkan diri dalam berperan dalam hubungan interpersonal. Penempatan diri didasari pada nilai-nilai dan tata aturan yang ditetapkan di dalam lingkungan sosial budaya tertentu masyarakatnya.
Peringkat kedua berorientasi pada undang-undang dan peraturan hukum negara dan pemerintah. Anak belajar memahami aturan-aturan yang ditetapkan dalam perundang-undangan serta peraturan pemerintah yang harns dipatuhi oleh warga negaranya.
3.      Post-Konvensional
Pada tahap ini seseorang tidak lagi hanya menerima dan melakukan, tetapi juga mencoba untuk mengkaji dan mengkritisi dari sudut pandang tertentu yang ia kembangkan. Ia akan membuat jastifikasi terhadap nilai di mana ia merasa tidak atau kurang cocok. Mungkin akan mengusulkan suatu pemaknaan barn, re-orientasi atau penafsiran barn, atau bahkan mengusulkan untuk meninggalkan nilai tertentu yang dianggap sudah usang dan tidak cocok lagi dengan jamannya.
Peringkat pertama yang berorientasi kontrak sosial, dalam kehidupan bermasyarakat ada kontrak sosial yang tidak tertulis, dan ada yang tertulis yang diminta oleh dinamika Pendidikan No. 11Th.XIV/ Mei 2007 21 sekelompok warga atau pendukungnya.
peringkat keenam berpegang pada prinsip nilai etika yang berlaku universal.
Atas dasar teori perkembangan etika Kohlberg tersebut, maka pendidikan etika harns dimulai sejak dini dan berkesinambungan. Apa yang telah ditanamkan di dalam keluarga tidak dihancurkan di sekolah, tetapi justru di sekolah anak diajari untuk memahami secara rasional alasannya (membangun moral reasoning).

C.    Pendidikan Nilai Budaya
Budaya yang melekat pada diri siswa akan menyebabkan siswa tumbuh dan berkembang, yaitu dimulai dari budaya di lingkungan terdekat pada dirinya berkembang ke lingkungan yang lebih luas. Dengan demikian, siswa akan menjadi warga negara Indonesia yang memiliki wawasan, cara berpikir, cara bertindak, dan cara menyelesaikan masalah sesuai dengan norma dan nilai keIndonesiaannya.
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut ini
1.      Agama
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama sehingga kehidupannya baik secara individu maupun bermasyarakat selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya.
2.      Pancasila
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni, untuk mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang lebih baik.
3.      Budaya
Nilai-nilai budaya dijadikan dasar atau sumber nilai dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat itu.
4.      Tujuan Pendidikan Nasional
Sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia sehingga tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

D.    Pengembangan Pendidikan Nilai Etika dan Budaya
1.      Prinsip Pengembangan Nilai Budaya dan Etika
Pendidikan budaya dan etika dilakukan dengan prinsip sebagai berikut
a.       Berkelanjutan, dengan maksud bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari awal siswa masuk pendidikan sampai dia selesai pada suatu satuan pendidikan, minimal sampai dengan akhir SMP.
b.      Melalui semua mata pelajaran yang dipelajari di sekolah, pengembangan diri, dan budaya sekolah dengan maksud bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler yang dilakukan di sekolah.
c.       Tidak mengajarkan nilai tetapi nilai dikembangkan, yang mengandung makna bahwa materi nilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar yang dijadikan materi pokok seperti mengajarkan suatu konsep pada setiap mata pelajaran.
d.      Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan, prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak indoktrinatif. Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian nilai yang dikembangkan maka guru menuntun peserta didik agar secara aktif. Hal ini dilakukan tanpa guru mengatakan kepada peserta didik bahwa mereka harus aktif, tapi guru merencanakan kegiatan belajar yang menyebabkan peserta didik aktif merumuskan pertanyaan, mencari sumber informasi, dan mengumpulkan informasi dari sumber, mengolah informasi yang sudah dimiliki, merekonstruksi data, fakta, atau nilai, menyajikan hasil rekonstruksi atau proses pengembangan nilai, menumbuhkan nilai-nilai budaya dan karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah.
2.      Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan budaya dan etika
Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan (konselor) secara bersama-sama sebagai suatu komunitas pendidik dan diterapkan ke dalam kurikulum melalui hal-hal berikut ini.
a.      Program Pengembangan Diri
Dalam program pengembngan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan budaya dan etika dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari sekolah yaitu melalui hal-hal berikut.
1)      Kegiatan rutin sekolah, merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat.
2)     Kegiatan spontan, yaitu kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini dilakukan biasanya pada saat guru dan tenaga kependidikan yang lain mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik dari peserta didik yang harus dikoreksi pada saat itu juga.
3)     Keteladanan, adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya.
4)     Pengkondisian, Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa maka sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan itu.
b.      Pengintegrasian dalam mata pelajaran
Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan etika diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini:
1)      mengkaji Standar Komptensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada Standar Isi (SI) untuk menentukan apakah nilai-nilai budaya dan etika yang tercantum itu sudah tercakup di dalamnya
2)     memperlihatkan keterkaitan antara SK dan KD dengan nilai dan indikator untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan
3)     mencantumkankan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa ke dalam silabus
4)     mencantumkan nilai-nilai yang sudah tertera dalam silabus ke dalam RPP
5)     mengembangkan proses pembelajaran peserta didik secara aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai
6)     memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai maupun untuk menunjukkannya dalam perilaku.
c.       Budaya Sekolah
Budaya sekolah cakupannya sangat luas, umumnya mencakup ritual, harapan, hubungan, demografi, kegiatan kurikuler, kegiatan ekstrakurikuler, proses mengambil keputusan, kebijakan maupun interaksi sosial antarkomponen di sekolah. Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru dengan guru, konselor dengan sesamanya, pegawai administrasi dengan sesamanya, dan antaranggota kelompok masyarakat sekolah.
3.      Indikator Keberhasilan Pengembangan Pendidikan Nilai Budaya dan Etika
Dengan pengembangan pendidikan budaya dan etika, perubahan peserta didik akan terlihat. Indikator keberhasilan pendidikan akan nampak pada perilaku peserta didik yang dapat diamati melalui pengamatan guru ketika seorang peserta didik melakukan suatu tindakan di sekolah, tanya jawab dengan peserta didik, jawaban yang diberikan peserta didik terhadap tugas dan pertanyaan guru, serta tulisan peserta didik dalam laporan dan pekerjaan rumah. Indikator keberhasilan tersebut dapat juga meliputi:
a.       Religius, Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
b.      Jujur, Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
c.       Toleransi, Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya
d.      Disiplin, Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
e.       Kerja Keras, Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
f.        Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu, untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
g.      Mandiri, Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
h.      Demokratis, Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
i.        Rasa Ingin Tahu, Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.
j.        Bersahabat / Komunikatif, Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.



BAB III
PENUTUP

Simpulan

            Dari uraian diatas yang telah disampaikan, dapat penyusun simpulkan bahwa pengembangan pendidikan nilai bebasis nilai etika dan budaya tentunya harus dilaksanakan sejak dini. Hal ini dikarenakan etika dan budaya adalah neraca sebagai tolak ukur, bernilai atau tidak seorang individu di mata masyarakat. Proses pengembangan pendidikan ini tidak dapat dilakukan hanya sebelah pihak (lembaga pendidikan formal) saja, melainkan harus ada dorongan yang dilakukan oleh pendidikan informal (keluarga) dan pendidikan nonformal (masyarakat). Ketiga lembaga pendidikan tersebut harus bisa bekerja sama dalam membentuk karakter anak bangsa menjadi seperti yang dicita – citakan dalam Undang – Undang.
            Dalam pengembangannya pendidikan nilai berbasis nilai etika dan budaya harus ada perencanaan matang dari pihak pendidik, agar dapat menghasilkan out put yang sesuai dengan harapan. Disamping itu harus ada pula kesinergian dalam bekerja antar unsur pendidikan, seperti guru, staff pendidikan, kepala sekolah dll. Prinsip – prinsip pengembanngan pendidikan nilai berbasis etika dan budaya perlu direalisasikan agar dalam proses pengembangan dapat berjalan dengan lancar.



DAFTAR PUSTAKA


Prayitno, Edi & Widyantini, TH. 2011. Pendidikan Nilai Budaya dan Karakter Bangsa dalam Pembelajaran Matematika di SMP (Modul). Kementrian Pendidikan Nasional Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu pendidikan & Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika.
Sudarsono. 2007. Pendidikan Etika yang Terpinggirkan dan Terlupakan.
http://www.pengertianahli.com. 2013. Pengertian Etika Menurut Para Ahli (online). Diakses pada 04 April 2015
http://id.wikipedia.org. 2010. Dasar Pendidikan (online). Diakses pada 04 April 2015
http://www.hukumonline.com. 2002. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 tentang sistem nasional penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi (online). Diakses pada 05 April 2015.
https://sumberbelajarsmkn10.wordpress.com. 2011. Pengembangan pendidikan dan Karakter Bangsa (online). Diakses pada 05 April 2015.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

FIIL MU’ROB DAN FIIL MABNI

PENGGUNAAN SPSS 24